Senin, 22 Juni 2009

Pesta Demokrasi, Pesta Rakyat ?


Setiap lima tahun sekali pesta ini dimulai. Pesta besar. Perhelatan dimana wakil rakyat dipilih, pemimpin diangkat, kehidupan bernegara dilanjutkan.

Saya tidak pernah mampu membayangkan bagaimana luar biasanya pesta ini, bagaimana sibuknya perhelatan akbar berskala nasional ini dirancang dan direncanakan. Yang saya tahu hanya saya melihat dari jauh begitu banyak persiapan yang dilakukan, begitu banyak orang berlalu lalang dan begitu banyak warna-warni di jalan dan kemudian ketika saya diundang saya hanya datang sebentar untuk menentukan pilihan. Pilihan yang tanpa disangka memiliki tanggung jawab besar bukan hanya di dunia tapi di akhirat yang kekal.

Tapi lalu saya memperkecil skala pesta ini. bukan untuk dibandingkan, hanya untuk dibayangkan kondisinya. Saya hanya rakyat biasa, mungkin tak sampai logikanya membayangkan pesta negara, tapi saya telah mengurus banyak pesta kecil di lingkungan kerja hmmm… mari membayangkan ini seperti apa…

Seperti pesta kecil dalam bayangan saya, keriuhan sebuah pesta akan dimulai jauh sebelumnya. Bagaimana merancangnya, bagaimana biayanya, bagaimana acaranya, siapa tamunya, siapa panitia. Budget dihitung… biaya dikeluarkan (semakin besar sebuah pesta, semakin banyak tamunya, akan semakin banyak biaya yang dihamburkan). Vendor penyedia tempat pesta untung, vendor penyedia mobil untung, vendor penyewaan baju untung. Dan si penyelenggara, justru paling sedikit dapat untung.

Dan seperti setiap pesta, selalu ada yang ingin jadi raja dan ratunya. Pusat keriaan, pusat sanjungan.. sehingga kemudian banyak yang begitu sibuk mencari dukungan, mendapatkan suara terbanyak. Berlomba-lomba memakai baju terbaik, dandanan tercantik, belajar berdiri dan berkata sempurna, berjanji akan berbagi hadiah dengan pendukungnya… hanya supaya bisa menjadi raja dan ratu pesta.

Ada yang lucu disini. Biasanya masing-masing akan punya pendukung sendiri, mengeluk-elukan, semakin beragam pendukungnya (apalagi kalau ada yang datang dari kalangan tidak popular) maka akan semakin baik, mereka dijadikan bagian dari janji, bagian dari permen-permen yang dibagikan untuk mendapat pabrik gula.

Seperti pesta yang lainnya. Tak semua tamu bisa menikmati keriaannya, tak semua merasakan kebahagiaannya, tak semua diperhatikan, tak semua diajak bicara, tak semua didengar apa katanya, tak semua dipedulikan ada tidaknya. Tapi semua disebut sebagai bagian dari pesta, semua dijadikan bagian dari berita manis buksi keberhasilan sebuah pesta. Benar atau tidaknya? Entah bagaimana cara mengetahuinya.

Dan saat pesta berakhir, semua tamu pergi. Raja dan Ratu pesta berjalan keluar bersama grup pendukungnya, kadang tak sempat menegur mereka yang tadinya dibagikan permen di dalam. Mereka lupa, kilau pesta menghilangkan memori mereka.

Lalu yang tinggal hanya ruang kosong dan kotor berantakan. Sampai tiba saatnya para petugas kebersihan membersihkan sampah-sampah yang ditinggalkan para penikmat pesta. Padahal, mereka bahkan tak mendapat apapun dari pesta itu.

Dan pesta itu hanya akan jadi bahan cerita dan pembicaraan, tanpa ada yang tahu pasti… apa yang sebenarnya didapat dari pesta tadi. Saya jadi tersentak sendiri. Hati saya bertanya, apakah yang ada kini benar sebuah pesta? Pesta yang keriaannya sesaat saja lalu berkahir tanpa makna berarti dan hanya meninggalkan ruang kotor penuh barang berceceran yang harus dibersihkan?

Apakah ini pesta yang adil? Dimana semua orang bisa merasakan kebahagiaannya? Diajak bicara? Didengarkan kata-katanya? Atau ini hanya pesta segelintir “sosialita” saja, yang dekat dengan pemilik pesta atau pusat pesta?

Dan apakah pesta ini, yang sesungguhnya sangat tidak sama dengan pesta biasa, benar-bnar akan menjadi awal kebahagiaan semua rakyat meskipun mereka hanya orang kecil yang tak bisa dekat dengan pusat perayaan?

Apakah pesta ini akan hilangkan (atau setidaknya mengurangi) mereka yang kelaparan, ketakutan, kehilangan pegangan, terhimpit kekuasaan, tergilas logika tanpa etika, terhempas kepentingan tanpa hati nurani?

Sungguh sudah saatnya kita semua mengerti apa yang ingin dicari dari setiap pesta ini. Sudah saatnya kita menyadari apa manfaatnya datang ke sebuah pesta dan menjadi bagian di dalamnya. Apakah sungguh karena kita ingin? Apakah sungguh karena kita mendapat manfaatnya? Apakah karena sahabat kita ada disana? Apakah karena kia diminta untuk jadi pendukung si calon raja pesta? Apa karena kita akan mendapat keuntungan diri sendiri disana?

Padahal ini bukan pesta yang hanya memberi dampak pada mereka yang terlibat di dalamnya. Ini pesta yang memberi dampak pada semua orang di sekitarnya, walaupun mereka berteriak, “saya tak merasakan manfaat apa-apa!”

Sudah saatnya kita menemukan simpul antara akal dan hati nurani. Logika jangan dibiarkan jalan sendiri, hati pun juga jangan dibiarkan jatuh lalu mengagungkan hal yang sebenarnya bagian dari duniawi. Ini mungkin sedikit sulit untuk sebagian orang, tapi tak ada salahnya untuk jujur, berpegang pada pedoman hidup yang paling benar dan hakiki. Insya Allah tak perlu gamang lagi untuk pastikan ingin berdiri di luar pesta atau jadi bagian dari keramaiannya.


Sewun, IKT AK